joss77

    Release time:2024-10-07 22:06:59    source:lookism melokomik   

joss77,yoyo33 login,joss77Jakarta, CNN Indonesia--

Partai-partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) aktif mendekati partai lain di luar koalisi mereka untuk dirangkul menghadapi Pilkada 2024. Bangunan ini bisa menjelma koalisi raksasa yang kerap disebut KIM Plus

KIM Plus tentu akan menguntungkan partai-partai yang tergabung di dalamnya. Namun, jika terealisasi, koalisi ini juga diyakini bakal menyulitkan PDIP mengusung kader mereka di Pilkada 2024.

PDIP yang selama ini menjaga jarak dengan KIM, telah menyiapkan sejumlah kader jagoan untuk diusung dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat Juga :
Poros KIM Plus di Sejumlah Daerah Jelang Pilkada 2024

Kendati demikian, upaya PDIP untuk mengusung kader internal pada Pilkada 2024 tak kunjung menunjukkan tanda-tanda positif. Terutama di daerah-daerah dimana PDIP membutuhkan koalisi untuk memenuhi syarat dukungan.

Di Jawa Barat, DKI, dan Jawa Timur yang membutuhkan koalisi, PDIP nyatanya masih belum mempunyai partai yang bisa diajak bergabung koalisi.

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago bahkan menyebut pada wilayah-wilayah tertentu, KIM Plus, jika terealisasi, bisa mengunci kontestasi Pilkada 2024. 

"Jelas wacana KIM Plus akan membatasi ruang gerak PDIP. Skema KIM Plus secara tidak langsung akan mengunci beberapa pertarungan di Pilkada," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (7/8).

Wacana KIM Plus pertama kali dilontarkan oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. KIM Plus merujuk pada koalisi partai politik pengusung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dengan partai politik non-koalisi.

Poros pembentukan KIM Plus sendiri sudah mulai terlihat di beberapa daerah Pilkada, dari Sumatera Utara dengan cagub Bobby Nasution dan Jawa Timur dengan Khofifah Indar Parawansa.

Sementara di daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta, KIM terus berupaya mendekati partai-partai di luar mereka.

Arifki mencontohkan di Jakarta, misalnya, pembentukan poros KIM Plus semakin menguat melalui ajakan agar NasDem, PKS, dan PKB ikut mendukung calon KIM Ridwan Kamil. PKB bahkan sudah memberi sinyal positif terhadap ajakan bergabung KIM Plus.

Apabila terwujud, Arifki menyebut kans untuk Ahok ataupun Anies Baswedan untuk bertarung di Pilkada akan menjadi hilang.

Lihat Juga :
Said Sebut PDIP Siap Berkompetisi di Pilgub Jakarta Meski Ada KIM Plus

PDIP jelas menjadi pihak yang paling terpukul di Pilkada 2024. Pasalnya PDIP memiliki suara besar di empat provinsi Pulau Jawa.

"Kalau kita membaca, PDIP sangat dirugikan dalam pilkada kali ini karena skema KIM Plus mencoba menjauhkan PDIP untuk bisa memenangkan Pilkada," ujarnya.

"Ketika KIM Plus mampu membangun koalisi di wilayah-wilayah itu, secara tidak langsung akan mengeliminasi posisi politik PDIP untuk bertarung di Pilkada," imbuhnya.

Meski demikian Arifki meyakini pembentukan poros KIM Plus hanya akan dilakukan pada wilayah-wilayah potensial yang dimiliki PDIP saja atau provinsi strategis.

Di luar itu, Ia memprediksi persaingan akan lebih cair. Arifki mencontohkan di Pilkada Banten misalnya, partai-partai di KIM justru berpotensi berpisah lantaran memiliki masing-masing calon yang hendak diusung.

Golkar memilih jalan berbeda dengan mengusung Airin Rachmi Diany serta digadang bakal berkoalisi dengan PDIP dengan calon wakil gubernur Ade Sumardi. Sementara Gerindra bersama Demokrat, PAN, PSI, PKS, PKB, NasDem, dan PPP mengusung Andra Soni-Dimyati.

"Posisi KIM Plus ini lebih kepada wilayah-wilayah potensial yang dimiliki PDIP. Seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Jakarta dan lainnya," jelasnya.

"Wilayah lain yang dianggap tidak terlalu menonjol bagi PDIP maka skemanya akan berbeda. KIM akan terbagi untuk mencoba memenangkan kepentingan masing-masing," sambungnya.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro memandang upaya pembentukan KIM Plus sengaja dilakukan untuk mengimbangi PDIP, terutama di Jawa Tengah dan Sumatera Utara dimana partai banteng bisa mengusung calon sendiri tanpa koalisi.

Tanpa rekan koalisi PDIP akan bekerja lebih keras memenangkan Pilkada sekalipun di kandangnya sendiri, Jawa Tengah. PDIP bahkan terancam tak bisa mengajukan jagoannya sebagai cagub/cawagub di provinsi lain seperti Jatim, Jakarta dan Jabar.

Selain itu, Agung menyebut pembentukan KIM Plus juga bertujuan untuk memastikan posisi koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai poros utama Pilkada di daerah strategis.

Lihat Juga :
Sinyal PKB Gabung KIM Plus di Pilgub Jakarta

"Wacana KIM Plus ini mengemuka untuk mengimbangi golden ticketmilik PDIP. Sekaligus memastikan posisi KIM sebagai poros utama untuk mendominasi Pilkada di daerah-daerah strategis," tuturnya.

"Harus diakui, Pilkada Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur akan menjadi palagan besar (big match) antara KIM Plus dengan PDIP," imbuhnya.

Menurut Agung, apabila benar-benar ingin mengusung kader internal, PDIP harus bergerak cepat membentuk koalisi yang solid untuk Pilkada DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Ia khawatir elektoral PDIP di wilayah tersebut justru akan semakin tergerus apabila terlalu lama menghabiskan waktu untuk negosiasi pemenuhan syarat pencalonan dengan partai lain.

Apalagi, kata Agung, pada saat yang bersamaan KIM juga tengah bermanuver dengan tawaran politik jangka panjang yakni melalui tawaran posisi di pemerintahan selama lima tahun mendatang.

"DKI Jakarta dan Jawa Timur masih ada waktu bagi PDIP untuk membangun koalisi. Namun mesti segera, agar partai yang tersisa bisa terkondisikan dan kemenangan di dua tempat tersebut terjaga," tegasnya.

Batasi ruang oposisi dan misi 2 periode

Di sisi lain, Agung mengatakan pembentukan poros KIM Plus juga bertujuan untuk membatasi ruang gerak PDIP yang kemungkinan besar menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Koalisi Prabowo-Gibran, menurutnya, menginginkan agar Gubernur di daerah-daerah strategis tersebut dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat.

"KIM Plus tidak ingin ada kekuatan penyeimbang yang dominan di provinsi strategis dan tidak terkondisikan dalam nalar elektoral regional dan nasional," tuturnya.

Lihat Juga :
PDIP Pastikan Tak Ada Kotak Kosong di Pilgub Jakarta, Sumut dan Jatim

Arifki menambahkan hal tersebut menjadi penting lantaran berkaitan dengan keberlanjutan program Prabowo-Gibran selama lima tahun mendatang.

"Mereka ingin para Gubernur yang terpilih itu satu garis komando dengan pemerintah. Karena ini soal legitimasi yang dimiliki, pemimpin terpilih harus selaras dengan pimpinan daerah," jelasnya.

Tak hanya itu, Agung menilai dengan pembentukan koalisi gemuk tersebut, diharapkan KIM juga dapat membatasi ruang gerak PDIP sebagai 'oposisi' di DPR semata.

Apabila berhasil dilakukan, ia menyebut hal itu juga dapat menjadi pondasi awal bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melanjutkan suksesinya di Pilpres 2029 mendatang.

"Karena ini erat kaitannya dengan program keberlanjutan Prabowo-Gibran dengan Pemilihan Presiden 2029. Jangan sampai Pilkada di daerah strategis tadi tidak terkondisikan," ujarnya. 

(tfq/wis)