tafsir mimpi 2d 79

    Release time:2024-10-08 01:51:06    source:jamur 2d togel   

tafsir mimpi 2d 79,zebra 2d togel,tafsir mimpi 2d 79Jakarta, CNN Indonesia--

Anomali terjadi di daerah kayasumber daya alam(SDA). Meskipun mereka memiliki kekayaan alam yang melimpah, tapi banyak rakyat mereka yang hidup dalam kemiskinan.

Anomali diungkap Kementerian ESDM. Mereka memberi contoh soal ironi dan anomali itu di Sumatra Selatan.

Daerah asal empek-empek itu sejatinya menjadi pemilik ladang batu bara terbesar kedua di Indonesia. Tapi, berdasar fakta dan data Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata hampir satu juta warga Sumsel hidup miskin pada Maret 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kementerian ESDM menuduh tambang ilegal sebagai biang keroknya. Terlebih, Sumsel diklaim sebagai salah satu provinsi dengan pertambangan tanpa izin (PETI) terbanyak di Indonesia.

"Ini pekerjaan rumah kita bersama untuk mengatasi persoalan tersebut. Apakah tata kelola sumber daya alam sudah sejalan dengan tujuan pasal 33 UUD 1945, yakni sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat," jelas Sihite, dikutip dari situs resmi ESDM, Senin (22/7).

Sihite menyebut kementeriannya belum punya unit khusus yang membidangi penegakan hukum di sektor ESDM, tak seperti yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya sinergi dengan aparat penegak hukum (APH).

Ia menekankan pengelolaan SDA semestinya membawa kesejahteraan bagi rakyat. Selain itu, Sihite menyinggung tentang perputaran ekonomi di wilayah sekitar, bukan cuma terkena dampak buruk pertambangan.

Lihat Juga :
Mengintip Kemiskinan di Daerah Kaya Tambang RI, Benarkah Tinggi?

Pengamat Energi Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti tak sepakat jika tambang ilegal dijadikan kambing hitam atas tingginya kemiskinan di daerah kaya tambang dan sumber daya alam di RI. Menurutnya, masalah illegal mining bisa dikikis andai pemerintah punya ketegasan.

"Tidak ada hubungannya (tambang ilegal) dengan kemiskinan. Kemiskinan itu disebabkan oleh tiga hal, masyarakat yang tidak bekerja atau menghasilkan pendapatan di atas garis kemiskinan karena tidak memiliki pekerjaan yang berlanjut, tidak memiliki keahlian, dan tidak sekolah," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.

Yayan menegaskan kemiskinan di wilayah kaya tambang menunjukkan adanya permasalahan struktural. Oleh karena itu, ia meminta negara menghadirkan solusi struktural, salah satunya penciptaan lapangan kerja agar warga setempat bisa mendapatkan upah di atas garis kemiskinan.

Ia mendorong supaya warga setempat bisa dipekerjakan di wilayah tambang. Jika tak memenuhi kualifikasi, berarti pemerintah harus membiayai sekolahnya dan menunjang keahlian masyarakat.

"Sumber daya alam harus berdampak pada masyarakat. Hilangnya sumber daya ini harus diganti dengan sumber daya yang lebih baik dan bersifat keberlanjutan, misal peningkatan human capitalatau masyarakat sekitar menjadi lebih pintar," tegas Yayan.

Lihat Juga :
AAUI Ungkap Asal-usul Ide Motor-Mobil Wajib Ikut Asuransi per 2025

Di lain sisi, ia mengatakan anomali yang terjadi berkaitan dengan hipotesis kutukan sumber daya alam. Yayan mengatakan kutukan tersebut sebenarnya bisa saja ditangkis, jika negara membuat natural resource fund.

Konsep ini disebut mirip seperti Petroleum Funddi Norwegia. Jadi, ada lembaga khusus yang dibentuk pemerintah untuk mengelola natural resource funduntuk mengganti SDA yang hilang menjadi sumber daya lain yang dapat diperbaharui.

"Saat ini memang ada yang disebut dana bagi hasil (DBH) SDA, seperti batu bara. Tampaknya karena tidak ada budget taggingatau earmarkbahwa DBH SDA harus kembali ke konservasi sumber daya alam, (sehingga) menjadi instrumen fiskal kurang ramah lingkungan," tuturnya.

Menurutnya, DBH SDA kudu difokuskan untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, sustainable developmentyang harus dikembalikan ke masyarakat. Yayan mengapresiasi perhitungan proporsional yang dipatok negara ke masing-masih wilayah penghasil tambang.

Tetapi ia menyayangkan bagaimana efektivitas penggunaannya. Ia menegaskan hal paling penting adalah efektivitas penggunaan dana tersebut. Selain itu, bagaimana dana bagi hasil tersebut digunakan pemerintah di daerah penghasil tambang.

"Outcome government spendingharus mengarah ke natural resource substitute, misal diganti dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Atau infrastruktur yang berkualitas, seperti kesehatan dan pendidikan dalam jangka panjang sehingga outcome dari hasil DBH memberikan benefit bagi masyarakat secara berarti," saran Yayan.

Lihat Juga :
EDUKASI KEUANGANPentingkah Kita Punya Asuransi, Apa Untung-Ruginya?

Sementara itu, Researcher Center of Economic and Law Studies (Celios) Jaya Darmawan membedah biang keladi perekonomian di daerah kaya tambang sulit maju karena tak didukung ekosistem ekonomi yang baik.

Jaya menyebut daerah dekat tambang lebih sedikit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga badan usaha milik desa (BUMDes) yang berdaya. Ada juga sejumlah potensi konflik yang menganggu kegiatan ekonomi masyarakat.

"Belum lagi dengan aspek fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan degradasi lingkungan jika dibanding desa yang tidak mengandalkan tambang sebagai sektor utama, lebih buruk atau lebih sedikit. Ini pasti sangat berpengaruh pada tingkat kemiskinan," jelas Jaya.

Ia menyarankan tiga solusi kepada pemerintah. Pertama, Jaya tak masalah jika negara ingin memulai membereskan anomali tersebut dari membasmi tambang ilegal.

Lihat Juga :
AAUI Ungkap Asal-usul Ide Motor-Mobil Wajib Ikut Asuransi per 2025

Jaya menegaskan penerapan aturan harus dibarengi penegakan hukum yang kuat. Selain itu, pemerintah tetap perlu memperhatikan aspek sosial dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah tambang, misal Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) dan IETI Standar.

"Kedua, terkait kegiatan ekonomi boleh saja ada aturan perlu menyerap tenaga lokal setempat. Namun, perlu dilihat dulu pekerjaan masyarakat sebelumnya apa, karena tidak mudah shiftingpekerjaan yang sudah puluhan tahun bahkan ratusan tahun digeluti," ucapnya.

"Jadi, penyerapan kerja perlu diupayakan dengan peningkatan keterampilan dan pelatihan kerja. Upaya diversifikasi ekonomi ke bidang lain, seperti pariwisata dan pertanian yang maju bisa ditempuh untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tambang," sambung Jaya.

Ketiga, Jaya mengapresiasi pendekatan fiskal yang dilakukan negara melalui dana bagi hasil. Akan tetapi, menurutnya pemerintah jangan cuma berpikir menambah alokasi DBH untuk mengentaskan kemiskinan.

Ia menyebut perlu ada realokasi DBH untuk kegiatan pengentasan kemiskinan dan merestorasi lingkungan. Menurutnya, duit tersebut selama ini lebih sering dipakai untuk pembangunan infrastruktur.

"Menempuh pajak produksi sektor ekstraktif dan pajak windfall profit tax untuk dialokasi dalam program kemiskinan dan ekonomi lokal juga bisa ditempuh," sarannya.

[Gambas:Photo CNN]

Perlu transparansi pemerintah

Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna menilai sengkarut masalah tambang ini juga perlu diselesaikan dengan pemerintah yang transparan. Ia menuntut bagaimana pendapatan dari mengeruk sumber daya alam itu bisa dijelaskan betul manfaatnya bagi warga sekitar.

"Berbagai peraturan untuk alokasi dana daerah penambangan sudah ada, namun perlu diperjelas penggunaannya," tuntut Putra.

Ia mencontohkan salah satu tolok ukur dari transparansi negara adalah fasilitas pendidikan dan kesehatan di daerah kaya tambang tersebut. Putra mempertanyakan apakah sudah ada fasilitas dasar gratis yang memadai bagi provinsi tambang raksasa, seperti Kalimantan Timur dan Sumatra Selatan.

Putra juga menegaskan urgensi penyerapan tenaga kerja lokal yang lebih banyak. Walau, ia paham realitas di lapangan umumnya tersandung kompetensi masyarakat sekitar.

"Hal ini memerlukan komitmen jangka panjang dari penambang untuk tidak terlalu bergantung dari tenaga kerja pendatang," kata Putra.

"Imbas tambang bagi lingkungan sekitar juga perlu diperbaiki karena kerap berimbas pada kerusakan yang juga menyulitkan perekonomian dan kualitas hidup masyarakat setempat," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]