erek sepak bola

    Release time:2024-10-07 22:27:50    source:persib main jam berapa   

erek sepak bola,messi kambing,erek sepak bola

Jakarta, CNBC Indonesia -Produsen wadah makanan ikonik Tupperware di ambang kebangkrutan. Perusahaan telah mengajukan perlindungan pailit pada hari Selasa lalu, setelah mencatatkan penjualan yang merosot dan utang yang meningkat.

Berita ini membuka segel nostalgia bagi banyak orang, terutama ibu-ibu, yang kerap mengandalkan Tupperware baik untuk menyimpan makanan atau menjadi agen penjual wadah itu sebagai usaha sampingan. Merk Tupperware nampaknya telah menyatu dengan para perempuan di seluruh dunia selama beberapa dekade.

Namun begitu, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut, nama Tupperware tidak akan pernah hilang. Itu karena banyak konsumen akan terus menyebut wadah makanan resealable sebagai Tupperware, meskipun wadah tersebut bukan Tupperware. Dan itu mungkin menjadi bagian dari masalah Tupperware.

Baca:
Good Bye Tupperware, Perusahaan Resmi Ajukan Kebangkrutan

Mengutip Wall Street Journal, dalam istilah pemasaran, fenomena ini disebut sebagai generikisasi. Yakni, ketika nama merek menjadi sangat terkenal sehingga menggantikan produk itu sendiri. Misalnya, merk Aqua yang menjadi istilah pengganti air mineral kemasan, atau Indomie yang disebut untuk mendeskripsikan segala jenis mie instan.

Generikisasi ini nampaknya menjadi salah satu penyebab kejatuhan Tupperware. Sebab, wadah kesayangan ibu-ibu itu, runtuh di tengah persaingan yang turut diciptakannya.

"Perusahaan-perusahaan besar yang cerdas tahu cara melindungi diri mereka sendiri," kata Charles R. Taylor, seorang profesor pemasaran dan hukum bisnis di Sekolah Bisnis Universitas Villanova, dikutip dari Wall Street Journal, Jumat (20/9/2024).

Laurie Kahn, seorang pembuat film yang dokumenternya tahun 2004, "Tupperware!," yang memenangkan Penghargaan Peabody, mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa dia tidak terlalu terkejut ketika mendengar berita itu minggu ini.

"Saya tahu itu mungkin akan terjadi karena masalah mereka baru-baru ini," katanya.

"Tapi itu menyedihkan."

Dokumenternya menelusuri asal-usul Tupperware, hingga ke pertengahan tahun 1940-an, saat Earl Silas Tupper mendapatkan beberapa pelet polietilena, plastik masa perang yang menurut perusahaan kimia DuPont tidak dapat dicetak, dan menciptakan wadah kedap udara yang dapat mengawetkan makanan lebih efektif daripada yang di pasaran.

Namun, terobosan perusahaan tersebut terletak pada cara wadah tersebut dipasarkan, yaitu oleh seorang wanita bernama Brownie Wise, yang meluncurkan konsep "pesta Tupperware." Dalam pesta tersebut, produk-produk Tupperware dijual oleh ibu rumah tangga dan ibu tunggal serta perempuan lain yang hanya ingin bekerja di luar rumah di era pascaperang.

"[Tupperware] memberdayakan seluruh generasi wanita kelas pekerja," kata Kahn.

Kahn menjelaskan, tak lama setelah Tupper meninggal pada tahun 1983, hak paten atas segel wadahnya berakhir, dan sejumlah perusahaan bermunculan untuk meniru idenya.

Hak paten dirancang untuk bertahan cukup lama, agar perusahaan pemilik hak itu punya cukup waktu untuk membangun merek mereka dan mendapatkan kembali investasi apa pun yang telah mereka investasikan untuk penelitian dan pengembangan. Selama beberapa dekade, hal itu tentu saja berlaku untuk Tupperware, yang merupakan nama yang hanya mewakili satu merek dan satu merek saja.

Baca:
Tupperware Kesayangan Ibu-Ibu Resmi Bangkrut, Ini Sosok Penemunya

Tiba-tiba Tupperware memiliki banyak peniru dan produk pesaing yang sebagian besar tidak dapat dibedakan dari produknya sendiri. Tupperware telah digenerik, dan Rexall, perusahaan kimia yang telah membeli merek tersebut beberapa dekade sebelumnya, lambat dalam mendiversifikasi lini produknya.

Menurut Taylor, perusahaan yang sukses memiliki strategi untuk melindungi merek dagang mereka dan menangkal meluasnya generikisasi. Banyak perusahaan, misalnya, menghindari penggunaan nama merek sebagai kata benda, dan memilih untuk menggunakannya sebagai kata sifat dalam materi pemasaran mereka. Misalnya, tisu wajah Kleenex, kemudian Taylor juga menyebut Crayola Crayons.

"Mereka sangat berhati-hati untuk tidak menyebutnya sebagai Crayola," katanya.

Dan karena berbagai alasan yang masuk ke dalam masalah hukum, perusahaan seperti Google dan Kimberly-Clark, yang memiliki Kleenex, telah berjuang (kebanyakan tidak berhasil) untuk mencegah merek mereka dimasukkan dalam kamus.

Namun, Tupperware adalah bagian dari leksikon budaya, meski dalam kebangkrutan, dan warisannya akan tetap ada setiap kali seseorang membuka wadah makanan resealable.


(ayh/ayh) Saksikan video di bawah ini:

Video: Putar Otak Bisnis Makanan & Minuman Sehat Saat Daya Beli Turun

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Ikut Jejak Induk, Unilever (UNVR) Bakal Spin Off Usaha Es Krim di RI?